Kamis, 19 Februari 2015

Hai orang egois...

Diposting oleh Fariris M Eka di 19.48.00 0 komentar


Sedikit curcol saja, ketika gue nulis judul ini rasanya kayak manggil diri sendiri. Tobat. Kata egois memang dekat dengan keseharian banyak orang termasuk gue. Walaupun notabene egois itu berkonotasi negatif, tapi bagi sebagian orang yang sadar akan keseimbangan alam semesta di mana ada lawan dari segala hal. Kayak gemuk-kurus, tinggi-pendek, jauh-deket, lapar-kenyang, hitam-putih, dan masih banyak lagi sampai kata yang ga boleh kelewatan, bahwa di mana ada baik di situ pula ada buruk.
Kata sifat-egois, yang identik dengan sifat buruk manusia pun masih bahkan harus memiliki sisi baik. Sekali lagi, keseimbangan alam semesta mennn.

Oke, karena gue-penulis termasuk orang egois yang ‘ngalahan’ maka ya sebelum kita bahas yang baik-baiknya kita liat yang buruk-buruknya dulu deh.

Egois sebagai sifat buruk. Nyesek gue nulisnya. Pengen gitu ya cepet-cepet sampai ke bagian yang baiknya aja. Mendramatisir. Skip. Egois berasal dari kata ego dan diberi akhiran –is. Ego sendiri artinya adalah refleksi dari kesadaran tiap individu terhadap dirinya sendiri. Berawal dari akhiran –is inilah akhirnya kata egois dikenal berkonotasi negatif, yang berarti orang yang selalu mementingkan dirinya sendiri (Anne Ahira, 2015). Egois merupakan ego yang kurang terkontrol. Gue yakin tiap individu punya ego-nya masing-masing. Tapi ketika ego itu berlebih, maka saat itu pula mala petaka datang. Egois sebagai sifat buruk banyak sekali kita jumpai di kehidupan kita, kayak

Berbuat semena-mena yang merugikan orang lain itu egois. Makan ga bagi-bagi itu egois. Tidur sendiri saat kerja kelompok itu egois. Sama-sama kebelet dan pengen duluan ke kamar mandi itu egois. Ga mau mengakui kesalahan itu egois. Pokoknya semua hal dimana seseorang selalu mementingkan diri sendiri pada kondisi dimana dia membutuhkan orang lain. Ini pointnya. Sebenernya sikap egois ga akan dikatakan sebagai egois kalo ga ada obyek yang dirugikan. As simple as that, sifat egois itu dikatakan buruk bila seseorang melulu mementingkan kepentingan dirinya sendiri, dalam keadaan apapun, ga liat sikon-situasi kondisi sekitar, dan semacamnya.

Sifat egois ini kalo dipelihara terus menerus tanpa kontrol yang baik dari diri masing-masing individu, pastinya akan menimbulkan berbagai hal yang tidak menyenangkan. Tidak cukup dengan orang lain saja, bahkan sering kali sifat inilah yang merusak hubungan baik yang sudah kita miliki. Misalnya dengan keluarga, pacar, partner, ataupun teman. Banyak guys, turunan dari sifat egois yang bisa jadi kalian ga sadar selama ini misalnya egois jadi gengsi minta maaf duluan, egois jadi acuh tak acuh, egois jadi membutakan diri dengan lingkungan sekitar, egois jadi maunya menang sendiri, egois jadinya gamau mengakui kesalahan.

Selain semua yang buruk-buruk di atas, egois juga memiliki sisi baik. Akhirnya. Gue ga dramatis lagi, takut digeplak. Terakhir kali gue ingetin, ini tentang keseimbangan alam semesta. Lo mau nerima atau engga itu akan tetep ada. Merenunglah dan ga perlu ngasih jawaban benar atau salah tentang ini.

Egois kadang diperlukan agar seseorang menjadi tegas
Di artikel gue yang sebelumnya, dibahas bahwa semakin dewasa seseorang maka makin sering aja ketemu berbagai macam orang yang aneh-aneh. Pada saat itulah kadang egois diperlukan. Misal, posisi lo lagi punya duit ada orang mau minjem duit sama lo. Lo kasih ga? Sebelum lo jawab, gue bakal kasih gambaran latar kejadian sebelum ini. Sebelumnya, lo udah sering kasih pinjem orang yang sama dengan berbagai alasannya yang butuhlah apalah, pada saat dia punya uang dia ga bayar. Dan pada saat lo butuh dan minjem ke dia, ga pernah dikasih. Sebagai orang egois, absolutely gue bilang engga. Karena gue egois. Tapi beda dengan mereka yang baik hati, ga enakan dan sebagainya. Sekali dua kali sih masih bisa ditolerir. Berkali-kali? Gue saranin lo ambil sikap tegas men. Kadang lo perlu egois juga untuk hal semacam ini. Ini berlaku pula untuk beberapa kasus serupa.

Egois juga diperlukan agar orang lain tidak semena-mena terhadap kita
Penjelasan tentang ini hampir sama dengan yang di atas.

Egois diperlukan agar individu bisa berkembang sesuai dengan potensi yang dimiliki
Hal ini riskan terjadi pada kasus pertemanan. Di mana katanya teman yang baik itu harus bersama-sama saat susah maupun senang. Itu bener tapi salah. Bingung? Gue kasih ilustrasi. Lo dan BFF sama-sama masuk fakultas kedokteran. Lo masuk karena lo ngerasa memang passion lo disitu, dan temen lo masuk karena tuntutan lain dan kebetulan dia kurang berpotensi. Kemana-mana lo selalu berdua. Bahkan tugas dan di luar kuliah selalu bareng temen lo itu. Sebagai temen yang ngerasa kurang mampu, temen lo minta sama lo untuk selalu inget sama dia pas ada tugas dan sebaginya. Sebagai orang egois, gue jelas-jelas ga akan mau. Bener. Setiap orang punya kesempatan untuk berkembang. Kalau perkembangan lo dibatasi karena lo harus nungguin temen, akankah lo diem aja nerima keadaan dan ga pernah berkembang? Coba sedikit egoislah pada saat ini, tentu lo bisa sampaikan dengan cara yang baik tanpa menimbulkan perpecahan.

Egois pada diri sendiri
Ini hal yang paling sulit menurut gue, makanya gue taroh terakhiran. Ego manusia kadang memang tidak terkontrol. Ini yang membuat seseorang menjadi egois. Untuk beberpa kasus, egois perlu dilawan dengan egois pula. Pada saat keegoisan lo muncul, maka lo perlu menciptakan keegoisan yang lain untuk melawannya. Misal, lo dengan kehidupan finansial keluarga yang pas-pasan. Bukan pas-pasan yang pas pengen beli mobil ada, dan sebagainya. Ini bener-bener pas-pasan. Dengan cita-cita lo yang setinggi langit, finansial keluarga tidak mendukung dan otomatis egois lo bakal menjerumuskan lo ke dalam protes yang tak menentu. Pada saat itulah lo perlu menciptakan egois yang lainnya. Lo gabisa menuntut orang lain dengan keegoisan yang lo miliki, bahkan jika orang itu adalah orang tua lo sendiri. Maka dari itu lo perlu melebur egois lo pada keluarga dengan egois pada diri lo sendiri atau lo bakal kehilangan apa yang lo sayangi.

See? Ternyata egois ga melulu jelek kan? Tapi ga baik juga kalo dibiarkan tumbuh subur kayak lumut. Yang bisa kita petik, ternyata hal buruk pun bisa jadi sesuatu yang positif jika kita menempatkan pada posisi dan porsi yang tepat. Be smart ya :)
Sampai ketemu di cerita yang lain...

Minggu, 15 Februari 2015

Yang Suka Pamrih Perlu Baca, Yang Engga juga Wajib Baca !!

Diposting oleh Fariris M Eka di 13.49.00 0 komentar


Semakin seseorang dewasa semakin banyak juga hal-hal aneh ia temui di hidupnya. Kadang suka kangen gitu sama masa-masa kecil yang ga banyak mikir. Tipe manusia yang ditemuin juga ya gitu-gitu aja. Dari yang suka ngompol di celana, sampe yang tukang nangis. Hal-hal tersebut bukan masalah besar jika dilakukan di masa tersebut. Anehnya, untuk kebanyakan orang kebiasaan-kebiasaan itu bisa kebawa loh sampai “usianya” dewasa.

Pernah ga nemuin orang yang suka baeeeekk banget sama kita dari kecil. Apapun buat kita kadang dibela-belain. Sampe kadang kita ngerasa wah ini BFF gue banget ni, pokoknya gue bakal temenan sama ni orang sampe gue tua. Pernah ga kayak gitu? Jangan tanya gue. Gue ga pernah!

Pembahasan gue kali ini sebenernya agak nyimpang sama prolog gue tadi. Yaitu lebih spesifik pada “orang-orang baik” yang ngerasa selalu tersakiti. Gue kadang heran, orang baik ya baik aja kan yah. Bahkan saat disakitipun harusnya dia bakal segera lupa, karena dia orang baik. Argumen gue emang maksa. Tapi pernah ga terpintas di benak kalian, kenapa sih orang baik bisa ngerasa sering tersakiti? Salah orang lain? Atau malah dirinya sendiri? Menurut gue, daripada cari-cari kesalahan orang lain, mending mulai dulu deh dengan introspeksi diri sendiri. Bandingkan diri lo dengan point-point yang gue rangkum ini,




      Just Do What You Want
Yang gue maksud dengan just do what you want disini bukan sekedar melakukan sesuatu yang kamu inginkan dengan semena-mena otakmu. Tapi yang gue sarankan  adalah lakukan sesuatu dengan niatan bahwa kamu memang bener-bener pengen ngelakuinnya, tanpa paksaan dari pihak manapun dan tanpa mengharap feedback apapun alias pamrih. Dengan kata lain melakukan sesuatu itu harus didasari dengan hati yang ikhlas. Atau lo gausah nglakuin apapun kalau nantinya lo nagih-nagih balesan dari orang yang lo tolong, apapunlah sesuai dengan yang lo harapkan.
 
      Setelah berbuat baik, lupakan
Nih ya, di saat lo melakukan suatu hal “yang menurut lo” itu merupakan kebaikan dan lo nglakuinnya dengan amat sangat ikhlas, ketika hal tersebut selesai, maka wajibnya adalah segera lupakan. Syarat kebaikan lo itu digolongkan sebagai kategori ikhlas adalah lo ga akan pernah ungkit apapun mengenai itu setelah semua selesai. Nah kalo lo masih aja inget-inget dan bahas itu di kemudian hari, 99,9% lo ga ikhlas deh percaya.

Sinkronkan mulut dengan hati dan pikiran
Bukan terkadang lagi, udah seringkali kita jumpai entah pada diri sendiri ataupun orang lain bahwa mulut, hati dan pikiran bersimpangan dan jarang bersatu. Gampangnya gini, ketika si A melakukan kebaikan pada si B tanpa si B memintanya, di kemudian hari saat perlakuan si B tidak sesuai dengan yang si A harapkan lalu si A curhat pada temannya si CDE. Dia bilang gini, “Si B tu gatau diri, udah sering gue bantuin, balesannya kayak gini.”  Pada saat seperti ini Si CDE akan menanggapi blablabla ada yang kontra dan kebanyakan pasti pro. Untungnya si A ga curhat sama gue. Misal nih ya si A dateng dan tiba-tiba dengan settingan air mata beruai deras dia bilang, “Si B tu gatau diri, udah sering gue bantuin, balesannya kayak gini.” “Lah, lo ikhlas ga bantuinnya?” “Gue ikhlas tanpa ngarep balesan apapun, tapi sikapnya sekarang aja kayak ga ngehargain banget” udah gue bayangin pada saat itu gue langsung berdiri dan bukain pintu kamar, “Lo ga ikhlas! Pulang!” hahah andai gue bisa kayak gitu *ketawa jahat*

Pamrih itu bikin sakit hati
Ga percaya pamrih bikin sakit hati?? Berbuat baik dengan mengharap feedback dari obyeknya adalah perbuatan semena-mena buat hati dan pikiran. Pada saat itu otak dan hati lo akan  kompak, kita nabung satu amal sama orang X. Perbuatan baik itu bukan tabungan sob, yang sewaktu-waktu lo butuh bisa lo ambil lagi di tempat yang sama (rekening tabungan lo-orang X yang pernah lo bantu). Kalau paradigma ini diterus-terusin, maka saat lo bantuin orang lo ingetnya kayak lagi ngasih utang. Ga jarang juga bantuan itu dari lo yang nawarin sampe kadang maksa (biar lo punya tabungan). Berbalas baik sih syukur, nah kalo engga? Adanya lo merasa tersakitiiii terus. Sampe-sampe lo ganti nama fb lo jadi “teman sejati yang tersakiti selalu dan selamanya”

Gausah menawarkan diri klo ujungnya update status sosmed
Untuk beberapa kasus aja bagi orang yang seneng “nabung” tadi. Mereka kadang bisa sampe mohon-mohon buat diterima bantuannya. Bayangin aja nih ya, gue bingung mau kuliah jauh ga ada motor ngeluhlah gue, “Duh gimana ya ntar ke kampusnya” Si A itu diem dan mikir lalu ngomong “Aku ga pergi ko, kamu bawa motor aku aja gapapa” “Eh kalo gitu aku minjem bentar aja buat ngerental deh” “Gausah sih bawa punyaku aja, bawa aja ya, plissss” coba?? Sampe segitunya kan ga masuk akal banget. Emang gue lebay dikit sih. Ibaratnya si A nih mau buka tabungan di bank yang baginya memasang bunga yang mengiurkan dan dia harus mohon-mohon untuk bisa nabung disitu. Dan setelah tau kenyataannya bahwa yang dia yakini akan mendapat bunga tinggi tersebut adalah tidak nyata alias hanya khayalan dia doang, maka seketika dia akan mengumpat dengan segala kemampuanya di semua sosmed yang ia miliki. Mending kalo ada yang empati, diketawain sih iya, sama gue hahah *ketawa lebar*


Gimana? Apakah kalian sudah ikhlas melakukan sesuatu? Pertimbangkan koreksi diri dulu sebelum nge-judge orang lain ya :) Sebenernya masih banyak yang bisa kalian perbuat agar tidak selalu merasa tersakiti. karena apapun yang membuat kamu ga nyaman itu sedikit banyak juga berasal dari paradigma kamu sendiri. So, jangan lelah untuk belajar. Sampai ketemu di cerita yang lain...

 

Fariris World Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos